Our Investasi

Selasa, 28 Juli 2009

Setelah Bom Mega Kuningan

Tajuk Rencana, Kompas

Edisi, Sabtu, 25 Juli 2009

Menariklah riuhnya komentar pascaledakan bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton. Banyak pihak memberikan komentar seturut versinya.

Ada yang mengaitkannya dengan terorisme internasional, lemahnya sistem pengamanan dan intelijen, kemiskinan, kecemburuan sosial, dan Pemilu Presiden 2009.

Terlupa serentak isu-isu besar sebelumnya, seperti gesekan KPK-Polri-Kejaksaan, isu kecurangan Pilpres 2009, bahkan dugaan-dugaan mengenai kabinet yang akan datang. Media massa pun seolah dalam langkah seragam.

Repotnya kita disindir sebagai bangsa yang gampang lupa. Kita mengidap sakit amnesia. Akar masalahnya, mengutip Gunnar Myrdal, terletak pada budaya lembek yang menjadi sumber ketertinggalan bangsa-bangsa Asia termasuk Indonesia. Mochtar Lubis mengembangkannya sebagai salah satu ciri buruk manusia Indonesia. Ciri-ciri negatif itu begitu dominan, sampai-sampai orang tak pernah, apalagi bisa, berpikir dengan rujukan. Kita tidak pernah belajar dari pengalaman.

Padahal, ketika bom-bom meledak dengan korban ratusan jiwa meninggal dan ribuan terluka parah, akibat tindakan dengan gejala, motivasi, dan pelaku yang relatif sama, perlu terbangun sikap waspada terhadap kemungkinan ledakan bom dadakan. Kemudahan Indonesia dijadikan lokasi peledakan bom tak hanya disebabkan faktor pengamanan dan keamanan, tetapi juga oleh kita ”gampang lupa”, akar tunggang ciri khas orang malas belajar.

Kasus ledakan bom di Mega Kuningan membuat kita malu. Malu karena tidak bisa menciptakan rasa aman dan keamanan, tidak hanya bagi dunia luar, tetapi terutama bagi warga negara sendiri. Padahal, legalitas suatu pemerintahan teruji seberapa jauh mampu menciptakan rasa aman dan keamanan bagi semua warga negaranya, fisik maupun nonfisik, seperti dikembangkannya institusi pengadilan sebagai tempat mencari peradilan atau kebijakan-kebijakan yang memihak pada kepentingan rakyat banyak.

Institusi Polri sebagai salah satu penegak hukum merupakan instansi pertama yang menjadi tumpuan pengharapan rasa aman dan keamanan. Meskipun terengah-engah menangani segala macam persoalan, eksistensi dan kompetensinya masih perlu terus dikembangkan, senantiasa akan diuji oleh masyarakat: seberapa jauh polisi berusaha menjadi sumber rasa aman warga masyarakat.

Kasus bom Mega Kuningan di pihak lain perlu dijadikan bahan pelajaran, bahwa rasa aman dan keamanan masih perlu terus dipertanyakan dan dikembangkan. Adalah hak warga negara untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan dan permainan pasal-pasal hukum.

Kasus bom Mega Kuningan, selain diselesaikan secara hukum, kita pakai pula untuk mengingatkan. Jangan sampai pada saat kita terfokus pada kasus bom Mega Kuningan, pada saat yang sama terjadi pembiaran pelanggaran hukum dan pelupaan kasus-kasus besar pengadilan yang menodai rasa keadilan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar