Oleh : Bondan Lukita
Tak terasa waktu sudah setahun, ketika pengurus mesjid di perumahan kembali menyodorkan formulir untuk ber qurban kepadaku. Padahal setahun yang lalu, ketika dia menyerahkan formulir itu, dengan cepat kujawab, bahwa aku tidak ikut berqurban, dengan alasan tidak mempunyai uang. Walaupun pada saat itu, aku sangat menyesal karena tidak ikut berkurban.
Padahal memang kalau dihitung secara matematika, gajiku sebagai kepala bagian sebuah percetakan di daerah pinggiran kota Bogor, dengan masa kerja 5 tahun dan mempunyai 2 orang anak hanya habis untuk keperluan sebulan, itupun kadang-kadang harus nombok (berhutang), jika ada undangan perkawinan/sunatan atau anak sakit.
Ach, manusia memang sombong dan kikir, dalam hati kecilku,...
Pada saat hari raya Iedul Qurban, aku dan keluargaku shalat ied. Setelah shalat ied, anakku merengek ingin melihat pemotongan hewan qurban. Akupun dengan anaku pergi melihatnya, sesampainya disana banyak orang, baik orang tua mapun anak, lelaki maupun perempuan untuk melihatnya.
"Assalamualaikum, pak Bondan"
"Wa'alaikum Salam, ..." jawabku
Ternyata yang memberi salam adalah pak Manan, anak buahku di percetakan. Pak Manan baru bekerja 2 tahun dan belum pegawai tetap, karena ditempatku setelah 3 tahun baru diangkat pegawai tetap.
Dia memang satu perumahan denganku hanya lain blok dari rumahku. Dia masih mengontrak dan mempunyai 1 orang anak.
"Mau kemana, pak Manan ? tanyaku basa basi " Ini lho pak Bondan, anak saya mau melihat pemotongan hewan qurban", jawabnya. Ach, sama dong, ... tapi ini hanya dalam hatiku.
Kamipun terlibat pembicaraan yang sangat mengasyikan, sedangkan anak-anak kami biarkan untuk melihat pemotongan hewan qurban. Dari masalah pekerjaan sampai menghadiri sholat Iedul Adha pagi itu.
Tiba-tiba, panitia qurban memanggil : "Bapak Manan, ..... qurbannya kambing warna hitam, diharap kedepan untuk menyaksikan pemotongan hewan qurbannya"
"Ma'af pak Bondan, .. permisi sebentar", begitu pak Manan pamit kepadaku, untuk menyaksikan hewan qurbannya disembelih.
Selang beberapa detik, aku mengucap Astagfirullah, ........ dan kemudian aku duduk dipinggir mesjid untuk menyendiri. Tak terasa aku bergumam : "Ya, Allah, aku sangat malu kepadaMu, Ya Allah, ...."
"Ampunilah hambaMu ini yang sombong dan kikir ini , yang tak mensyukuri rezeki yang telah kauberikan"
"Hanya dengan seekor kambing untuk berbagi sesama, hambaMu tidak mau berbagi "
"Ya, Allah, nikmat dariMu manalagi yang aku dustakan, bukalah hati ini untuk berbagi sesama, Ya, .. Rabb"
Tak terasa mataku basah, dan segera kuusap mataku, ketika anaku dengan datang membawa satu bungkus daging di tas kresek tiba-tiba mengajak pulang.
Diperjalanan aku berkata dalam hati :, "Terima kasih Ya, .. Allah, melalui pak Manan, Engkau beritahu hambaMu ini"
"Melalui Pak Manan, Engkau membisikan nurani untuk berkaca diri"
"Melalui pak Manan, Engkat sadarkan hambaMu dari keterpurukan hati ini "
Sore hari, setelah shalat Ashar, aku duduk diberanda di muka rumah, tak terasa aku berpikir tentang pak Manan dan bergumam "
"Dari mana dia mendapatkan uang itu membeli hewan qurban, pikirku ?" Entah mungkin setan yang lewat dan membisiki telingaku dan aku sempat berpikir jangan-jangan dia mengambil barang di gudang percetakan dimana kami bekerja dan kemudian menjualnya atau hanya sekedar gengsi untuk berkurban supaya di lihat tetangga padahal uangnya boleh pinjam.
Tapi pikiran itu kubuang jauh-jauh, dan aku berujar "Astagfirullah, ....
Ma'afkanlah hambaMu terlalu berburuk sangka terhadap orang". Dan aku mulai menerka mungkin pak Manan, mendapat obyekan yang cukup besar sehingga ia dapat membeli hewan qurban atau ia mendapat warisan dari orang tuanya. Sore itu aku bertekad, bahwa ba'da Maghrib, aku akan kerumah pak Manan, mungkin aja dia mau mengajaku mengerjakan pekerjaan/obyekan sehabis pulang kerja atau pada hari libur.
Sehabis sholat Magrib, aku berpamitan dengan istri dan anakku dan sambil bergurau dengan istriku, aku mau mencari obyekan dengan pak Manan.
Didepan pagar rumah pak Manan, aku mengucapkan salam, tak lama kemudian munculah pak Manan dengan pakaian rapih dan bersih. Walaupun pakainnya tidak mahal, dia terlihat cerah tidak seperti orang susah, ( mungkin dia baru dapat rejeki dan obyekan gol, pikirku), tidak seperti di tempat kerjanya, selalu mandi keringat dan berdebu.
"Assalamualikum, .. " salamku
"Wa'alaikum Salam, ..." jawabnya
Aku berkata :"Wach, ... rapih sekali pak Manan", "Mau pergi ya, .. ?", karena memang aku baru pertama kali melihat dia seperti itu. Setelah kami duduk, dia tersenyum dan berujar "Yach, beginilah pak Bondan, tempat tinggal saya, tetapi walaupun begini saya masih bisa bersyukur, karena saya masih diberi kenikmatan untuk bersujud dihadapanNya denggan pakaian bersih dan rapih"
Memang aku pernah membaca sebuah hadist, jika kita hendak sholat, berpakaianlah dengan rapih dan bersih.
Tak terasa aku mulai mengagumi jiwa pak Manan, dengan perilaku kehidupannya, yang menurutku sesuai dengan tuntunan kitabullah. Ada perasaan sejuk di hati ini ketika kami mengobrol tentang makna sholat terdengar sayup-sayup dari tape tetangganya lagu "tombo ati". Tidak lama setelah kami berbincang, munculah istrinya sambil membawa dua cangkir teh manis ditambah sepiring ubi goreng. "Silahkan pak Bondan, dicicipi gorengannya ubinya, ini gorengan ternikmat di dunia buatan istri saya" katanya sambil melirik istrinya.
Memang gorengan itu terasa nikmat, mungkin saya sudah lama tidak makan gorengan, apa lagi malam itu cerah sekali langit dan angin semilir menerpa beranda yang kami duduki. Istrinyapun pamit untuk masuk kedalam rumah dan tak lama kemudian anaknya muncul sambil membawa sebuah kotak persis seperti kotak amal di mesjid. Terlihat kotak itu sudah lama sekali, itu terlihat dari warnanya yang sudah kusam.
Anaknya dengan gaya lucunya bertanya :"Pak, ... kunci kotak ini disimpan dimana ?"
"Dimas, mau nabung untuk Idul Qurban, nanti " ujarnya sambil memegang uang selembar ribuan. "Oh, itu nak, kuncinya di atas dekat kotak haji, sekarang ambil kotak hajinya ya, .." jawab pak Manan.
Anaknyapun masuk kedalam rumah dan kembali dengan kotak yang lain persis sama dengan kota yang pertama dibawa, yang menurut pak Manan kotak untuk Iedul Qurban" Setelah kedua kotak itu ditaruh diatas meja, pak Manan mengambil kunci yang yang berada diatasnya dan mengunci kotak yang satu lagi, kemudia anaknyapun masuk kedalam rumah.
Dihadapan kedua kotak itu pak Manan menerangkan kepadaku "Yach, ... beginilah kehidupan saya, pak, setelah gajian saya dipotong untuk infaq, saya harus menyisihkan keperluan rumah tangga, kontrakan rumah, anak sekolah dan untuk berqurban saya harus menabung sehari minimal dua ribu rupiah, tetapi walaupun begitu saya sangat ikhlas dan bahagia"
"Semoga saja Allah memberikan rumah di surga kelak untuk saya dan keluarga saya" ujar Manan dengan suara yakin dan tenang. Aku bertanya : "Kalau sehari dua ribu, bagaimana cukup untuk membeli kambing qurban pak Manan, terus kekurangannya dari mana ?"
"Saya sangat yakin, pak Bondan, bahwa Allah akan memberi ridzki dari sumber dan waktu yang tak terduga-duga" ujarnya. "Pak Bondan ingatkan waktu sebelum bulan puasa, pak Bondan menyuruh saya untuk mengecat rumah pak Bondan ?"
"Dan setelah itu pak Bondan, memberi uang kerja kepada saya sebesar dua ratus ribu rupiah, nach, .. dari situlah ridzki dari Allah kepada saya melalui tangan pak Bondan ", "Subhana Allah, pak Bondan uang itu masih ada sisanya seratus ribu rupiah, untuk keperluan lebaran keluarga " : terang pak Manan dengan hati berbinar.
Aku tertegun dan menerawang ke diri saya : "Ya, Allah betapa hinanya diri saya ini, yang tak tahu berterima kasih padaMu, yang hanya disaat susah saja aku memohon kepadaMU, berapa banyak rezeki yang telah kau berikan, berapa banyak limpahan kenikmatan yang telah Kau beri pada hambaMu ini". Aku mengingat mundur selama setahun ini, barang dan kenikmatan duniawi yang telah keperoleh, hand phone telah ganti 2 kali (walaupun HP yang lama masih baik dan ada cameranya tapi karena kulihat iklan aku tergiur untuk menggantinya) , ada tambahan motor walaupun dengan kredit, PC pentium 3 dirumah sudah ditukar tambah denga dengan Pentium 4, setiap sehabis gajian selalu kerestoran, sebulan sekali jalan-jalan ke mall, uang bonus sudah kubuat pergola di rumah, sepeda gunungku sudah bertambah satu, setiap ada obyekan diluar pekerjaan kantor selalu makan enak, Yaa, .. Allah ampunilah hambaMu...
Aku teringat suatu ayat di surat Ar Rahmann, yang artinya "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?" Aku terjaga dari lamunanku, karena pak Manan berkata :"Dan kotak satu laginya, ini saya bercita-cita untuknaik haji, karena saya menyadari bahwa dengan kondisi ekonomi saya seperti ini tidak mungkin pergi haji sekali bayar, maka kotak ini tempat mewujudkan cita-cita saya itu "
"Di kotak ini saya menabung seminggu lima belas ribu rupiah, dan bertambah jika ada obyekan dari luar pekerjaan saya dan setiap 6 bulan sekali saya setor ke tabungan haji saya", ujar pak Manan.
"Alhamdulillah, pak sudah berjalan 3 tahun, Saya yakin pak Bondan, Allah pasti akan mendengar hambanya yang memohon dan saya juga tidak lupa akan keluarga saya, saya masih punya 1 kotak lagi untuk tabungan keluarga saya": tambah pak Manan
Dalam hati aku berucap, "Subhanaallah, ..Seorang pak Manan, yang rumahnya masih mengontrak di dunia ini, sedang membuat pondasi istananya di surga" Adzan Isya, berkumandang, aku bersama pak Manan ke mesjid di perumahan untuk menunaikan shalat Isya berjamaah.
Setelah shalat Isya di mesjid, aku pamit pak Manan dan pengurus lainnya untuk pulang duluan. Aku menyusuri jalan pinggir kali yang melewati perumahan, jalan itu memang lebih jauh dari rumah dan kupilih agar aku dapat merenung di perjalanan menuju rumah. Renungan dari seorang sahabat yang dapat kuambil hikmahnya hari itu adalah sahabat yang tak lupa akan duniawi, kewajiban dia sebagai seorang bapak, kewajiban dia sebagai suami tetapi dia tak lupa akan akherat. Aku teringat sebuah hadist ;"Jika kamu bergaul dengan pandai besi, maka dirimu akan tercium bau besi, Jika kamu berteman tukang minyak wangi maka dirimu akan tercium aroma minyak wangi" dan satu renungan lagi yang kuambil hikmahnya adalah :"Bahwa untuk mencapai sesuatu yang mulia semua berasal dari kebiasaan yang baik, seperti bayi yang baru belajar berjalan dia tidak langsung berjalan, dia terus belajar akan merangkak, kemudian belajar berdiri, kemudian dia akan berpegangan sesuatu, dan akhirnya dia akan belajar berjalan. Dan ini yang membuatku hatiku tergerak, kisah Nabi Ibrahim dan pengorbannya anaknya Nabi Ismail, walaupun kisah ini sudah diceritakan oleh guru/ustadz berulang kali dan membaca buku berpuluh kali, baru kali aku menyadari betapa besar pengorbanannya.
Tak terasa aku sampai di teras rumah dan istriku menyambut dengan ramah. "Assalamualaikum, .. " salamku, "Wa'alaikum Salam, ..." jawabnya.
Aku bertanya :"Dimana Setya, ". ( Anakku bernama Setya)
Istriku menjawab: "Dia tertidur, dia tadi menunggu lama bapaknya, karena bapaknya berjanji untuk mengajak shalat Isya di mesjid"
"Astagfirullah, ... aku lupa telah berjanji dengan anakku": ucapku
Aku melihat anaku teritdur pulas dikamarnya dan kutatap dia sejenak keperhatikan bahwa dia merupakan tongkat di hari tuaku, anaku yang akan menolongku di alam sana nanti dengan doa-doanya kemudia aku keluar kamar menuju halaman luar rumah dan kutatap langit yang dipenuhi bintang, tak terasa didalam hati aku berujar dari surat Ar Rahmann :"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? ", udara malampun semakin dingin aku memasuki rumah dan menguncinya.
--- --- ---
"Assalamualaikum, .. Pak, Bondan, Pak, ,,, Pak Bondan ": ucap pengurus mesjid "Ya, ... Ya... "Wa'alaikum Salam, ..." jawabku. Rupanya aku ingat peristiwa satu tahun lalu, dimana kejadiannya sama hanya beda tahunnya. Waktu itu dia menawarkan formulir untuk berqurban dan waktunya sama menjelang Maghrib. Pada waktu itu aku menolaknya dengan alasan tidak punya uang, tapi hari ini aku menerimanya dengan senang hati. Alhamdulillah, semua sudah kupersiapkan jauh hari, aku sudah mempunyai 3 tabungan dirumah dan salah satunya adalah tabungan iedul qurban. Walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi ini membuatku optimis, menghadapi masa depan yang sesuai dengan tuntunan kitab dan sunah rasul. " Baik pak, sini aja formulirnya, nanti setelah saya isi, saya antarkan ke mesjid "
"Baik pak, kalau begitu :ucap pengurus mesjid.
"Assalamualaikum ": ucap pengurus mesjid
"Wa'alaikum Salam, ..." jawabku.
Aku teringat kembali dengan bekas anak buahku pak Manan, tiga hari yang lalu ia berkunjung kerumahku, mengabarkan bahwa dia mengundang aku dan anak istriku kerumahnya yang baru untuk acara syukuran. Dia mengucapkan terima kasih, karena telah dibantu untuk mendapatkan rumah yang baru dengan harga yang murah. Lima bulan yang lalu ia telah pindah pekerjaan, dia ditawarkan ke pabrik lain, walaupun masih satu grup dengan perusahaanku dan tentunya ia telah naik jabatan. Dan Insya Allah tahun depan ia akan berangkat naik haji karena memang namanya sudah terdaftar untuk keberangkatan haji tahun depan. Dia mengingatkan aku untuk berqurban tahun ini. Memang seorang sahabat, adalah menemani kita jika mengalami keterpurukan dan mengingatkan kita jika lupa akan kebaikan. "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? ", aku kembali teringat kembali akan ayat dari surat Ar Rahmann.
Langit didepan rumah mulai redup, pelangi di ufuk timur mulai tak terlihat, karena Maghrib akan segera datang, begitu juga kehidupan manusia. Dunia akan terus berputar dan kita semua akan kembali kepadaNya. Dari mesjid terdengar suara adzan Maghrib, mengajak manusia untuk bersujud dihadapanNya. Aku menutup pintu pagar dan masuk kedalam rumah, untuk mengajak keluargaku shalat Maghrib berjamaah untuk memohon ampun dan ridhoNya.
Amin.
Dari Sebuah Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar